Si Miskin tidak Pantas Punya Pendidikan Tinggi : Salahkan Orangtua-mu Jika Kau Miskin
Oleh : Afrinaldi Yuwanda (AP'22)
Pendidikan merupakan sebuah isu yang sangat hangat dibicarakan pada saat ini. Di mana akses pendidikan merupakan sebuah urgensi yang patut difasilitasi negara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 aline keempat yang menyatakan “mencerdaskan kehidupan bangsa”, terlihat jelas bagaiman urgensi pendidikan bagi bangsa Indonesia.
Jika melihat dari sejarah bangsa ini sendiri, pada zaman penjajahan Belanda pendidikan kita sebagai pribumi sangatlah rendah. Di mana para penjajah Belanda hanya memanfaatkan pribumi sebagai budak rendahan dengan upah yang sangat minim untuk menyelesaikan proyek-proyek yang menguntungkan bagi Belanda. Sehingga saat kita mempelajari sejarah tidak sedikit para guru yang membuat pernyataan kita “dijajah karena kita bodoh” dan itu memang benar adanya.
Beranjak dari zaman penjajahan, pada saat sekarang ini pun tingkat pendidikan Indonesia sangatlah rendah. Berdasarkan data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), pada tahun 2018 dari 79 negara Indonesia berada pada posisi 10 terbawah. Hal ini mencerminkan bagaimana buruknya tingkat pendidikan di negara dengan populasi terpadat di Asia Tenggara ini. Buruknya tingkat pendidikan di Indonesia tidak sepenuhnya salah dari pelajar, namun juga dari kemampuan guru. Di mana menurut Profesor Andrew Rosswer dari University of Melbourne, dari tiga juta guru yang diberi tes kemampuan hanya 53% dari mereka yang memenuhi standar. Pernyataan ini juga didukung oleh bank dunia pada 2017, dimana satu dari lima guru sering bolos sekolah.
Kebodohan dan kemiskinan merupakan imbas dari buruknya tingkat pendidikan di Indonesia. Tidak hanya buruk, tetapi pendidikan Indonesia juga melakukan komersialisasi pendidikan. Komersialisasi pendidikan sendiri memiliki makna memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi berasal dari kata komersial atau commercialize yang berarti memperdagangkan. Komersialisasi pendidikan secara tidak langsung juga telah menciptakan jurang pemisah antara pihak yang mempunyai modal dan pihak yang mempunyai sedikit modal. (Ivan lllich dalam Benny Susanto (2005 : 119)
Kesenjangan pendidikan yang terjadi antar si kaya dan si miskin inilah yang menyebabkan perseteruan mengenai kasus beasiswa LPDP yang baru-baru ini muncul. Dala sebuah tayangan video pendek dari @angel_pricilla yang menyatakan “kalau kamu miskin jangan salahkan pemerintah… kurang tepat soalnya… kenapa ga salahkan orang tuamu karna terlahir miskin…”. Lantas benarkah jika kita terlahir miskin salahkan saja orang tua kita?
Sebenarnya kemiskinan tidak sesimpel itu. Nampaknya kita juga harus melihat kemiskinan struktural di mana kemiskinan ini dialami oleh masyarakat karna struktur sosial. Sebab, susahnya mendapatkan akses inforamasi dan sulitnya berkomunikasi dengan dunia luar menjadi tembok besar penghalang bagi kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural ini akan memunculkan “lingkaran setan kemiskinan” yang menyebabkan kemiskinan ini berulang dari struktur atas hingga struktur terbawah. Sehingga tidak ada salahnya bagi kita menyalahkan pemerintah, karena pemerintah sebagai pihak ketiga yang dapat mengeluarkan masyarakat dari lingkaran setan kemiskinan.
Memberika akses dan fasilitas dapat menunjang seseorang untuk keluar dari lingkaran kemiskinan ini. Contohnya saja pemerintah memberikan akses sekolah gratis hingga tingkat menengah serta memberikan bantuan dana pendidikan seperti KIP-K sehingga pendidikan dapat diakses oleh semua orang. Namun, masalah yang sering terjadi adalah tidak tepat sasaran terhadap bantuan yang diberikan pemerintah seperti banyak kasus penyalahgunaan bantuan KIP-K. Contohnya, untuk membeli barang-barang mewah bahkan menonton konser yang bukan untuk penunjang pendidikan.
Pendidikan tidak hanya untuk orang kaya, namun hak semua orang. Kemiskinan bersumber dari kebodohan, tugas pemerintah untuk membenahi pendidikan sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Pemerintah harus memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap pendidikan tanpa terkecuali.
Referensi
Paradigma ‘Orang Miskin Dilarang Kuliah’ | kumparan.com
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63199
http://scholar.unand.ac.id/5353/2/BAB%20I.pdf
I am a website designer. Recently, I am designing a website template about gate.io. The boss’s requirements are very strange, which makes me very difficult. I have consulted many websites, and later I discovered your blog, which is the style I hope to need. thank you very much. Would you allow me to use your blog style as a reference? thank you!
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article. https://accounts.binance.com/id/register-person?ref=UM6SMJM3