Oleh Nur Latifa Pohan
Perguruan Tinggi Negeri di Tanah Air adalah wadah menimba ilmu yang sangat di idam-idamkan oleh para siswa-siswi Sekolah Menengah Atas, dengan pandangan masyarakat yang menilai bahwa Perguruan Tinggi Negeri jauh lebih murah biayanya dibandingkan Perguruan Tinggi Swasta, serta di iming-iming jaminan karir setelah lulus. Mulai dari SNMPTN, SBMPTN, Mandiri, bahkan jalur-jalur khusus yang terbuka begitu banyak di setiap Perguruan Tinggi Negeri, para pelajar melakukan banyak hal agar mereka berhasil meraih kemenangannya untuk lulus di program studi di kampus yang mereka inginkan.
Namun ketika telah berhasil menginjakan kaki di dalam kampus yang selama ini di puja-puja, cultural shock menjadi hal yang lumrah dialami oleh setiap mahasiswa baru di Perguruan Tinggi. Salah satunya beradaptasi dan merasakan budaya Senioritas yang begitu kuat, yang mungkin saja berbeda-beda disetiap program studi di kampus tersebut. Senioritas merupakan kata yang tak asing lagi ditelinga mahasiswa, dalam lingkungan mahasiswa tentu ada yang disebut sebagai senior ataupun junior. Sebagai seorang senior, mahasiswa tersebut mencirikan jati dirinya, baik itu dari pola pikirnya, esensinya, hingga idealismenya. Selain itu, berbeda pula yang dirasakan oleh seorang junior yang diharapkan bisa menyaring berbagai nasehat, saran, dan ide dari para seniornya. Yang katanya, nasehat dan gagasan dari pikiran senior nya tersebut bermanfaat untuk mereka pata junior agar pantas dan layak menyandang status sebagai seorang mahasiswa.
Senioritas telah menjadi budaya atau tradisi turun temurun dikalangan mahasiswa di berbagai kampus di Tanah Air. Pada realitasnya, terdapat strata yang disusun secara formal di lingkungan kampus. Strata tersebut memiliki indikator yang berbeda-beda pula. Ada mahasiswa disebut sebagai seorang senior sebab ia terlebih dahulu yang menempuh pendidikan di kampus tersebut. Namun ada pula mahasiswa yang diberi gelar sebagai seorang senior, karena ia berwawasan atau memiliki power dan relasi yang luas dibandingkan juniornya.
Sebagai seorang junior, silahkan anda menilai indikator apa yang menjadikan mereka disebut sebagai senior, jika hanya karena mereka lebih dahulu menginjakkan kaki di kampus tersebut lalu disebut sebagai “senior”, lebih baik Anda tidak memiliki senior. Mengapa demikian? Sebab idealnya proses kaderisasi dikalangan mahasiswa mesti memposisikan nilai-nilai intektualitas yang tertuju pada mahasiswa itu sendiri. Jika hal tersebut tidak terlihat , maka esensi mahasiswa tersebut dipertanyakan. Lantas apa yang akan diwariskan oleh sang senior tersebut terhadap juniornya? Kesombongan, keangkuhan, atau “dendam masa lalu”, hal itu dikembalikan dan silahkan kalian menilai sendiri. Memang benar, ketika kita mendengar kata “pengaderan” yang terbayang adalah sebuah hal yang menyeramkan serta adanya aksi kekerasan. Namun sangat disayangkan, dari banyaknya kampus terutama Perguruan Tinggi Negeri, kaderisasi ini dilakukan telah terjadi sejak lama sehingga kegiatan ini menjadi sebuah tradisi, lebih tepatnya tradisi yang buruk dan bobrok. Tidak heran bahwa tradisi ini telah menjadi rahasia umum, dilakukan dengan dogma-dogma dan kekerasan di lingkup kampus, yang seharusnya kampus menjadi ruang ilmiah yang demokratis dan mengedepankan humanis. Perlu diingat bahwa tidak semua tradisi dan budaya harus dipertahankan, sebab menurut saya budaya dan tradisi tersebut sudah tidak cocok di masa sekarang ini terlebih lagi dengan senioritas.
Sudah seharusnya kini relasi yang terjalin antara senior maupun junior kembali berlandaskan pada tradisi-tradisi mahasiswa yang sesungguhnya, seperti membaca, menulis, serta diskusi atau bertukar pikiran dalam menanggapi hal-hal yang harus dibehnahi di negeri tercita ini. Sebab pada dasarnya kaderisasi yang ideal bagi mahasiswa adalah berupa aktivitas yang identik dengan mahasiswa itu sendiri. Sebagai senior, mereka harus bertanggung jawab untuk memperkenalkan dunia kampus kepada juniornya sebagai bekal kepada mereka yang baru saja mengenal dan beradaptasi di lingkungan yang baru, dan tidak lupa tradisi pendukungnya agar para mahasiswa ini menjadi kritis dan memiliki jiwa revolusioner.
Baru sadar opini saya di update, terimakasih HMAP sudah mewadahi karya-karya mahasiswa AP 🙏🏻
The point of view of your article has taught me a lot, and I already know how to improve the paper on gate.oi, thank you.